Beberapa hari yang lalu saya berbincang dengan teman yang bekerja di salah satu bank swasta besar. Pembicaraan ngalor ngidul dari mulai urusan asmara, sepakbola, dan akhirnya isu isu sosial dan politik yang berkembang di Indonesia.
Topik yang selalu rame dibicarakan adalah betapa bobrok-nya mental sebagian besar orang Indonesia, terutama jika sudah menyangkut duit. Banyak orang korupsi bukan karena mereka miskin, tapi karena itu sudah menjadi mental. Semakin tinggi posisi seseorang maka semakin besar korupsi. Semakin kaya seseorang semakin besar uang yang diembat. Sayangnya, yang namanya korupsi itu bukan cuma konsumsi kaum berdasi. Bahkan sampe pegawai2 rendahan pun sudah terbiasa dengan korupsi.
Pembicaraan itu terngiang ngiang di kepala saya. Hmmm…. kenapa yah bisa begitu.
Setelah sampai rumah, saya (seperti biasa) nyetel tivi, nyari channel yang acaranya sedang bagus. Ga nemu. Akhirnya saya baca majalah. Selain liat liat artikel, tentu aja ada halaman halaman iklan yang menawarkan produk kepada pembaca. Menarik untuk dilihat karena ga ada iklan yang jelek.
Walaupun sambil baca majalah, tapi masih kepikiran juga pembicaraan tadi siang. Kenapa yah orang pada korupsi?
Orang korupsi biasanya karena mereka merasa kekurangan, selalu ada sesuatu yang pengen mereka miliki. Dan daripada mereka mengumpulkan duit dengan cara yang jujur tapi lama, maka mereka mengambil shortcut untuk mendapatkan “kebutuhan” mereka secepatnya.
Orang merasa kekurangan bisa jadi karena memang ada kebutuhan yang belum tercukupi. Kalo begitu orang orang yang sudah memiliki pendapatan yang baik, seharusnya mereka ga korupsi dong. Tetapi seperti yang tadi dibahas…. korupsi juga ada di kalangan orang orang kaya, bahkan semakin mereka kaya semakin besar korupsi mereka.
Hmmmm…… berarti….. untuk orang orang itu merasa kekurangan adalah karena faktor serakah. Mereka selalu tergoda “to have more” atau “to spend more” atau “to enjoy more”.
Terbersit pikiran lucu. Jangan jangan banyak orang korupsi karena Marketers sukses dalam pekerjaan mereka. Mereka berhasil menggiring orang yang ga tertarik menjadi tertarik, dan orang yang tertarik akhirnya membeli. Satu HP ga cukup, beli HP lainnya. Punya sepeda kurang gengsi, beli dong motor. Beli motor ga asik, beli mobil dong. Satu mobil ga cukup, beli mobil lainnya. Belanja cash ga aman, ayo dong punya kartu kredit. Kartu kredit kelas klasik limitnya rendah makanya buka dong yang gold. Punya kartu kredit Gold mah udah ga istimewa, buka dong yang platinum card. Cuma punya kartu kredit yang Visa mah kurang, buka juga dong yang AMEX dan MasterCard, program2 diskonnya bisa saling melengkapi lho . Wisata di dalam kota kurang asik, wisata ke luar kota. Wisata di dalam negeri udah biasa, kenapa ga keluar negeri (sebagian ditambahi embel2 wisata rohani)…. dst dst dst….
Emang sih, faktor yang mendorong seseorang untuk korupsi itu banyak…. dari soal pemahaman agama yang kurang, masalah mental, masalah lingkungan (korupsi berjemaah), masalah materialisme, masalah harga yang naik terus terusan, dll dll dll. Tapi saya ga tertarik untuk membahas dari sisi lain. Saya hanya ingin membahas dari sisi marketing.
Bukankah tugas para marketers untuk membuka jalan bagi para sales people untuk menjual produk? Dengan berbagai strategi mulai dari market research, STP, marketing mix, promotion mix, dll para marketers berusaha membuat produk mereka berhasil menjajah pikiran dan benak para konsumen. Dengan segala macem media kita (para marketers) membombardir konsumen yang menyatakan bahwa produk kita layak untuk mereka konsumsi.
So, marketers yang sukses adalah mereka yang berhasil “menjajah” pikiran para konsumen, sekaligus membuka jalan para sales people untuk mengeksekusi penjualan. Sayangnya, ga semua konsumen punya filter yang cukup bagus untuk membedakan mana yang bisa dibeli dan mana yang jangan dibeli. Ketika konsumen yang tidak memiliki filter yang bagus tersebut akhirnya termakan dengan kesuksesan para marketers mereka ga akan pikir panjang untuk menempuh shortcut.
If this is the case…. Can we put a blame on the success of marketers? ๐