Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Perusahaan’ Category

Hai…. apa kabar? Baik baik aja khan? 🙂

Guys, salah satu fenomena yang sering kita jumpai di Indonesia adalah kebanyakan orang beranggapan Sales dan Marketing itu hal yang sama. Dulu pun saya beranggapan seperti itu. Dan karena saya ga bakat dagang, maka saya memilih untuk menghindar dari profesi yang berkaitan dengan hal hal sales dan marketing ini. Mungkin karena ga bakat dagang itu pula yang membuat saya memilih masuk ke area IPA waktu SMA dan teknik ketika kuliah.

Ternyata saya salah (dan saya baru sadar beberapa tahun terakhir ini). Saat ini saya bisa bilang bahwa saya “jatuh cinta kepada Marketing, tetapi tidak kepada Sales”. Saya tetap ga bakat dagang.

Ketika saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di FEUI, saya makin tau dimana bedanya Sales dan Marketing.

So, berikut ini bedanya Sales dan Marketing (yang saya ketahui).

  • Marketing adalah Pemasaran. Sales adalah Penjualan.
  • Ilmu dasarnya Pemasaran (Marketing) adalah STP + 4P, dan skill yang dibutuhkan oleh mereka adalah kreatifitas strategi. Mereka cenderung bekerja di belakang layar. Sementara Penjualan (Sales)  lebih berada sebagai ujung tombak, dan skill yang dibutuhkan oleh Sales adalah human relationship atau interpersonal skill. Ilmu dasar yang wajib dikuasai oleh orang orang Sales adalah Prospecting – Presentation – Closing.
  • Marketing bertugas membuka jalan dan memberi umpan bagi Sales, sementara Sales bertugas mengkonversi berbagai peluang yang diciptakan oleh Marketing agar menjadi hasil. Jika diumpamakan dalam sepakbola, maka Marketing adalah playmaker seperti Kaka atau Fabregas, sementara Sales adalah striker seperti Fernando Torres atau David Villa.
  • Penilaian terhadap orang Sales biasanya dinilai dari berapa besar penjualan yang dihasilkan (diukur dengan uang), sementara penilaian kepada orang Marketing biasanya tidak diukur dengan uang, tetapi misalkan dari “Market Coverage”, “Brand Awareness”, “Penguasaan Pasar” dll dll dll.

Kenapa di Indonesia biasanya fungsi mereka digabungkan? Well, kalo menurut saya, itu karena perusahaan perusahaan di Indonesia emang ga tau bedanya, dan mereka ingin menghemat. Kalo menurut saya sih harusnya dipisahkan. Memang ada juga orang orang yang bisa merangkap dobel antara Sales dan Marketing, tapi kebanyakan sih ngga bisa. Ga semua perusahaan bisa mendapatkan playmaker yang juga merangkap sebagai striker seperti Francesco Totti atau Lionel Messi.

So, siapa yang lebih penting di perusahaan? Menurut saya sih ga ada yang lebih penting. Dua duanya penting untuk bisa saling co-exist dan interdependent (saling tergantung). Orang Sales harus mengerti pekerjaan Marketing, dan juga sebaliknya.

Read Full Post »

Belum lama ini saya membaca sebuah blunder yang beredar di milis pekerjaan yang saya ikuti.

Ada yang posting info lowongan pekerjaan, tetapi salah satu syarat bagi pelamar yang diharapkan adalah dari etnis tertentu. Tiba tiba member di milis tersebut langsung bereaksi keras. Kebanyakan pada kecewa dan marah. Bisa dimaklumi sih kenapa mereka marah.

Sigh….

Tapi sebenarnya diskriminasi itu sesuatu yang sangat sering kita temui dimanapun.

Ketika saya kuliah D3 dulu, saya banyak bergaul dengan orang orang dari suku batak (karena saya aktif di persekutuan kampus). Ga jarang saya merasa terisolasi ketika mereka berbicara dalam bahasa daerah. Tapi buat saya hal itu bukan masalah. Hal tersebut ga bikin saya jadi minder.

Ayah saya pun anak angkat dari sebuah keluarga Tionghoa. Semua keluarga angkat saya sipit sipit dan putih putih, sementara keluarga kami matanya lebar lebar dan kulitnya sawo matang semua. Dalam pertemuan2 keluarga, sering ada budaya2 Tionghoa yang saya ga bisa ngerti. Tapi hal itu ga bikin saya jadi minder.

Nah, sekarang kita masuk dalam dunia pekerjaan.

Ketika orang menuntut Equal Employment Opportunity, kok yah tiba tiba ada yang rada ‘diskriminatif’. Hal itulah yang menjadi penyulut kemarahan banyak orang. Orang ga mau lagi kalah seleksi karena urusan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan). Orang maunya kalah atas dasar prestasi mereka. Tetapi dalam kenyataan kebanyakan orang pun tidak keberatan jika atas unsur SARA itu mereka menang / lolos seleksi. Hehehehehe…….

Percaya atau tidak, memang banyak perusahaan yang lebih memilih merekrut karyawan berdasarkan hal hal diskriminatif karena mereka ingin produktifitas yang terjamin.

Ada perusahaan yang memilih etnis tertentu atau agama tertentu karena mereka ingin menghindari gesekan yang lebih besar jika mereka memilih karyawan yang heterogen. Masalah heterogen atau homogen ini memang sangat sensitif.

Ada yang memilih karyawan dari suku tertentu karena sebagian karyawan yang sudah ada berasal dari suku tersebut. Dengan tradisi yang sudah ada di suku tersebut, maka diharapkan karyawan baru jadi mudah beradaptasi. Ujung ujungnya adalah penghematan biaya karena proses adaptasi yang cepat dan si karyawan baru bisa langsung produktif.

Ada yang memilih dari agama tertentu. Dalam pandangan saya, ada banyak keuntungan bila merekrut dari agama tertentu (tentu saja ada banyak juga kekurangannya). Apabila karyawan tidak berprestasi seperti yang diharapkan, selain melakukan pendekatan secara profesional, atasan bisa melakukan pendekatan secara rohani.

Ada yang memilih karyawan berdasarkan asal perguruan tinggi si calon karyawan. Hal ini juga diskriminatif, tetapi bisa dimaklumi…. karena mungkin almamater yang sudah terkenal, atau karena kebanyakan pegawai yang sudah ada adalah dari kampus yang sama. Dengan memilih karyawan dari kampus yang sama, diharapkan bisa cepat beradaptasi (karena sudah terbiasa dengan pola pikir yang sama).

Ada banyak diskriminasi lainnya dalam dunia kerja. Selain yang sudah disebutkan, ada juga diskriminasi usia, jenjang pendidikan, jenis kelamin, dll.

Ah, jangankan di dunia pekerjaan…. dalam urusan perjodohan pun kita sering diskriminatif khan? Hanya ingin dari suku tertentu, agama tertentu, bahkan dari golongan ekonomi tertentu. Kalaupun dari suku atau agama yang berbeda, maka harus ada yang ngalah dan mengikuti pasangannya. Alasannya apa? Agar lebih bahagia.

Jika kita bisa mengerti diskriminasi dalam kerangka perjodohan, kenapa kita tidak bisa mengerti diskriminasi dunia pekerjaan?

Jadi, apabila kita ngga ingin diperlakukan diskriminatif, mungkin kita pun harus keluar dari rangka diskriminatif yang kita buat juga.

Read Full Post »

Dulu saya ga pernah terlalu peduli dengan Public Relation (Humas). Saya pikir PR itu cuma salah satu bagian di perusahaan yang tugasnya jadi bumper aja kalo ada apa apa yang kurang baik terjadi supaya image perusahaan ga jadi jelek. Dulu saya pikir PR itu cuma kerjaan orang orang yang jago nge-bullshit.

Tapi itu dulu…. Sekarang sudah beda.

PR adalah salah satu bagian dari Marketing. Marketing, seperti yang kita pahami bersama, bertujuan adalah memasarkan (bukan menjual). Istilahnya, kalo memasarkan itu kayak nggiring bola dari daerah pertahanan…. trus ke lapangan tengah…. dan setelah itu mengumpan. Sales (penjualan) yang berhasil itu adalah ketika bola yang diumpan berhasil disambut oleh striker dan akhirnya masuk ke gawang lawan.

Nah, kembali ke PR…..

Dalam beberapa waktu terakhir ini, kita dibombardir dengan perang PR (yang juga artinya perang marketing) di media massa.

Hampir semua tokoh2 yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah menggunakan kekuatan PR untuk membangun image pribadi. Tokoh tokoh yang dulu bermasalah sekarang berani menampilkan diri (setelah sekian lama tiarap) dan berlagak seakan akan merekalah yang sanggup merubah keadaan menjadi lebih baik. Sesuatu / seseorang yang buruk rupa, bisa dicitrakan menjadi bagus dengan yang namanya Public Relation.

Everybody does it…. Rano Karno, Dede Yusuf, Rizal Mallarangeng, Prabowo, Helmy Yahya…. you name it. Bahkan salah satu kunci sukses kampanye Barack Obama adalah keberhasilannya mencitrakan diri sebagai orang yang mampu membawa perubahan. Dan lagi lagi…. biang keroknya adalah PR.

Yang lucunya, Amrozy dan kawan kawannya pun sepertinya mengalami efek PR. Entah siapa yang menghembuskan…. apakah para simpatisan… atau emang ada teamnya…. Amrozy dkk yang sudah terbukti bersalah di pengadilan sebagai penjahat teroris (yang merugikan bangsa dan negara dan seluruh rakyat indonesia…. membunuh ratusan orang) malah dianggap sebagai Syuhada…. Mujahid…. dan apapun namanya yang merujuk sebagai seorang pahlawan dalam konteks agama Islam. Saya tidak berada dalam posisi untuk menghakimi mereka. Saya cuma ingin katakan, PR memiliki power yang luar biasa.

Oleh sebab itu, jika anda ingin agar image perusahaan anda bisa bagus, tidak ada salahnya menggunakan PR. Power of PR is tremendous. Jangan pernah under-estimate the power of PR.

Read Full Post »

Pernah denger istilah micromanagement ? Belum pernah ? Hehehehe, jangan khawatir…. ini memang istilah yang jarang diucapkan. Walaupun jarang diucapkan tetapi kemungkinan besar micromanagement ada di sekitar kita. Mungkin saja anda sedang mengalaminya.

OK, OK…. sebelum anda makin penasaran saya akan langsung jelaskan.

Entah posisi anda sebagai pemimpin maupun anak buah, anda pasti dihadapkan dengan berbagai gaya kepemimpinan. Orang yang memimpin orang lain biasanya disebut sebagai atasan (supervisor). Para pemimpin menerapkan metode metode tertentu dalam mengendalikan hal hal yang menjadi tanggungjawab mereka. Istilah yang populer adalah ”management”, dan orang yang menerapkan management disebut sebagai ”manager”.

ImageChef.com - Custom comment codes for MySpace, Hi5, Friendster and more

Trus apa dong yang dimaksud dengan Micromanagement ?

Sabar… sabar…. 🙂

Anggaplah anda seorang manager atau boss, dan anda memerintahkan anak buah anda untuk melakukan suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu (alias ada deadline-nya). Nah, saya mau tau…..apa yang akan anda lakukan selama anda menunggu anak buah anda mengerjakan apa yang anda perintahkan ? Apakah anda akan memberikan perincian detail apa yang harus dia lakukan dan selalu checking tiap satu jam mengenai progress dari pekerjaan mereka ? Atau anda akan duduk dan menunggu anak buah anda memberikan laporan mengenai hasil pekerjaan mereka (tentunya Anda sambil mengerjakan hal hal lain, ga cuma ongkang ongkang kaki)?

Apabila anda mengerjakan yang pertama, maka besar kemungkinan anda adalah seorang micromanager. Micromanager adalah seorang manager yang tidak bisa melewatkan detail detail kecil.

Eits eits eits…. jangan sewot dulu.

Memang benar, salah satu tugas manager adalah menjalankan fungsi Controlling. Tapi controlling yang terlalu detail justru tidak akan efektif.

Seorang micromanager biasanya membawa atribut atribut positif dalam management (seperti attention to detail dan hands-on attitude) ke kutub yang ekstrim. Bisa jadi karena sang micromanager sangat control-obsessed, atau karena merasa harus mendorong orang orang di sekitarnya agar sukses. Hal ini bisa mengakibatkan orang orang disekitarnya justru merasa tidak berdaya.

Lha kok bisa ?

Ya bisa dong. Anak buah jadi merasa tidak pernah dipercaya oleh atasan. ”Ga peduli seberapa bagus gue kerja, tetep aja ada yang kurang di mata si boss”. Anak buah akan merasa tertekan dan marah (dan biasanya dia marah di belakang anda). Jika keadaan tersebut tidak diperbaiki ending-nya ga akan mengejutkan kalo akhirnya mereka resign.

Dan rasanya kita semua sudah tahu bahwa jika sebuah perusahaan mengalami tingkat turn-over karyawan yang sangat tinggi maka biaya overhead akan besar juga dan akan menjadi lingkaran setan yang membuat perusahaan tersebut sukar berkembang. Satu satunya cara untuk memperbaiki ini adalah dengan merubah dan meninggalkan micromanagement tersebut.

Kita lihat dulu yuk simptom untuk micromanagement tersebut

Seorang pemimpin yang (mungkin secara sadar maupun tidak sadar) melakukan Micromanagement biasanya ditandai dengan beberapa hal, antara lain ;

  • Agak sukar melakukan delegasi
  • Selalu ingin mengawasi pekerjaan / project orang lain
  • Selalu memperbaiki detail kecil daripada melihat big picture.
  • Mengambil kembali pendelegasian sebelum tugas itu selesai jika menemukan sebuah kesalahan
  • Membuat orang lain enggan mengambil keputusan tanpa campur tangannya.

Hei Boss, daripada anda ngurusin detail pekerjaan orang lain, kenapa juga anda ga biarkan orang lain mengerjakan tugasnya dan anda cari kegiatan lain yang lebih produktif ?

Coba kita test yuk. Berikan anak buah anda tugas, dan tinggalkan dia sampai dengan deadline. Jangan ganggu dia dengan kebiasaan anda mengawasi dia. Kalau dia ternyata bisa perform dengan baik (atau bahkan lebih baik daripada yang anda harapkan), maka itu adalah tanda bahwa anda selama ini terlalu mengekang mereka dan ternyata anda salah,

Pada dasarnya para pegawai memiliki kemampuan untuk bekerja dan memiliki rasa percaya diri untuk bertanggungjawab atas pekerjaannya. Tetapi micromanagement akan membunuh itu semua. Pegawai akan merasa canggung dan kurang percaya diri dengan kemampuannya. Apabila hal ini terjadi maka salah satu dari dua kemungkinan ini akan dilakukan oleh si pegawai, yaitu selalu meminta petunjuk kepada atasan atau dia akan nekad memaksakan melakukan semampunya dan membawa hasil yang juga tidak maksimal.

Dan dalam dua kasus tersebut di atas, maka si micromanager akan merasa mendapat bukti bahwa tanpa intervensi mereka secara keseluruhan maka semuanya tidak akan berjalan sesuai dengan yang dikehendakinya, ”Tuh khan, gue bilang juga apa…. anak buah gue mah ga ada yang becus kerjaannya. Ga tau deh gimana jadinya nih kantor kalo ga ada gue”. Huhuhuhuhuuuuy. Makin gawat deh boss kalo gini ceritanya.

Kalo udah begitu, kira kira micromanagement itu bakal bagus atau jelek ?

Seorang manager yang efektif akan mempersiapkan banyak hal agar anak buahnya untuk maju dan sukses. Tetapi di sisi lain, seorang micromanager justru akan menghambat anak buahnya dengan tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuat keputusan dan bertanggungjawab atas keputusannya. Padahal justru dengan terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan konsekwensinya tersebutlah maka seseorang akan berkembang.

Manager yang baik akan empowering anak buahnya untuk berkembang. Manager yang buruk justru akan dispowering anak buahnya dengan memberikan banyak rintangan untuk maju. Dan anak buah yang tidak diberikan banyak peluang untuk maju justru akan menjadi anak buah yang tidak efektif dan selalu membutuhkan waktu dan energi dari atasannya.

Kalau bawahannya cuma satu sih ga apa apa. Nah kalo anak buahnya banyak gimana dong ? Berarti waktu dan energi si atasan harus dikalikan dengan jumlah anak buahnya untuk menghitung berapa besar kerugian perusahaan atas sistem micromanagement tersebut. Kalau sampai itu terjadi, sudah dapat dipastikan si atasan ga akan punya waktu untuk berkoordinasi dengan manager lainnya dan melihat permasalahan secara lebih global (big picture). Dia akan selalu sibuk ngurusin team-nya.

Trus, gimana cara memperbaikinya ?

Langkah awal yang harus dilakukan adalah agar si pelaku micromanagement mengetahui dampak buruk dari apa yang dilakukannya dan membuat dia melihat dari sisi lain.

Ini sama aja kayak memberitahu seseorang untuk berhenti merokok. Kalau si perokok ga merasa butuh untuk berhenti merokok maka himbauan jangan merokok cuma akan masuk kuping kiri keluar kuping kanan, Kalau si pelaku sudah sadar dan merasa butuh untuk berubah maka itu adalah awal yang bagus. Tetapi awal yang bagus itu barulah 10% dari perjalanan jauh. Jadi, jangan senang dulu di tahap ini.

Langkah selanjutnya adalah mempertemukan semua pihak untuk duduk sama sama dan membicarakan permasalahan tersebut. Pertemuannya mungkin ga akan cukup dalam satu atau dua pertemuan, tetapi bisa berkali kali sampai semua ”penyakit bisa disembuhkan”. Sama toh dengan minum obat ? Untuk penyakit yang sudah parah ga mungkin cuma minum obat satu kali dan langsung sembuh. Harus (misal) 4 x 2 tablet per hari selama 2 minggu dan setelah makan.

Dalam pertemuan ini, si manager harus mau meminta maaf atas sikapnya selama ini dan ia harus dapat meyakinkan anak buahnya bahwa ia menginginkan perubahan. Tentu saja hal ini akan sulit karena anak buah ga akan langsung percaya dan sudah pasti mereka ga akan secara langsung memberikan feedback. Sudah dapat ditebak bahwa anak buahnya akan mengambil sikap ”Kita liat aja dulu…..paling paling cuma diomongan doang”.

Hehehehehe

Jangan nyerah Boss…… masak digituin sama anak buah aja langsung males ? Tunjukin bahwa anda ga cuma bisa ngomong tapi juga bisa membuktikan janji anda.

Nah yang paling penting selanjutnya adalah melakukan komitmen yang sudah dibuat. Manager harus mau berusaha untuk mulai memberikan power yang lebih besar kepada anak buahnya. Dia harus menahan egonya untuk jadi perfectionist.

Dan karena yang namanya perubahan itu ga cuma membutuhkan dari satu orang tetapi seluruh team, maka peran aktif dari anak buah pun diperlukan agar perubahan itu bisa diwujudkan secepatnya.

Jika anda berada dalam posisi sebagai anak buah, maka bantulah atasan anda dengan ;

  • Bantu boss anda agar mau mendelegasikan tugas ke anda secara efektif dengan meminta semua informasi yang anda butuhkan di awal, dan lakukan review bersamanya (dengan inisiatif si anak buah) selama pengerjaan tugas.
  • Mengajukan diri untuk melakukan tugas tugas yang anda yakin anda mampu melaksanakannya. Ini akan meningkatkan kepercayaannya kepada anda dan pendelegasian tugas kepada anda.
  • Pastikan bahwa anda akan mengkomunikasikan progress kepadanya secara teratur, untuk mencegahnya selalu mencari informasi hanya ketika dia sedang tidak punya untuk sementara informasi yang dibutuhkannya.
  • Konsentrasi untuk membantu atasan anda untuk merubah kebiasaan micromanagement perlahan lahan. Ingat, boss anda khan juga cuma manusia yang pasti berbuat salah.

Peran aktif dari kedua belah pihak (atasan dan bawahan) sangat dibutuhkan. Perubahan ini ga akan sukses kalau salah satu pihak enggan membantu pihak lain.

Ingatlah, minum obat itu emang ga enak. Pahit. Tapi setelah sembuh, anda akan bisa merasa lebih enak daripada ketika anda sakit. Anda akan bisa lebih produktif setelah masa penyembuhan selesai.

Stop complaining. Start to change.

Tulisan diinspirasikan dari http://www.mindtools.com

Read Full Post »

ImageChef.com - Custom comment codes for MySpace, Hi5, Friendster and more Hampir di tiap hari buruh se dunia (MayDay… 1May), ada banyak sekali demo besar besaran. Ga cuma di Jakarta…. hampir di seluruh kota besar di Indonesia ada demo buruh. Dan ga cuma di Indonesia, hampir di seluruh dunia ada demo buruh. Salah satu point yang diusung oleh para pendemo adalah dihapuskannya sistem kerja outsourcing, dan sistem kerja kontrak. Emang buruh buruh itu ga ada kerjaan yah, kok pada demo ?
Well, let’s see…..

Kenapa sih ada Outsourcing ?

Begini ceritanya….

Karyawan adalah aset perusahaan. Dan karena karyawan harus dibayar maka semua yang menyangkut karyawan khan dicatat sebagai expenses (pengeluaran) maka perusahaan akan mencoba menghemat segala sesuatu yang bersifat sebagai pengeluaran.

Dan karena memelihara karyawan memiliki ongkos yang sangat besar (ga cuma gaji bulanan, tapi juga segala kewajiban lainnya) maka memelihara karyawan harus dilakukan secara hati hati. Sebagai contoh, kalau terjadi bangkrut dan harus mem-PHK karyawan, maka kewajiban perusahaan terhadap karyawan akan sangat besar. Sehingga untuk mengurangi kewajiban tersebut, biasanya perusahaan tidak akan memelihara banyak orang dalam struktur organisasinya. Dengan kata lain, memelihara sedikit orang dalam organisasi adalah upaya perusahaan untuk mengurangi resiko terhadap ketidakpastian.

Tetapi karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, maka kebutuhan akan tenaga kerja harus tetap dipenuhi. Caranya gimana ? Yah outsourcing dong.

Outsourcing adalah mengambil tenaga kerja dari perusahaan luar untuk bekerja dalam struktur organisasi perusahaan kita (itu kalo kata saya lho).

Bayaran Tenaga Outsourcing.

Sebuah perusahaan yang ga mau repot memelihara karyawan (dan lebih pengen untuk menyewa jasa outsourcing) biasanya menghadapi trade off berupa membayar per tenaga kerja lebih mahal daripada jika perusahaan tersebut memelihara orang yang sama. Misalkan…. untuk seorang cleaning service biasanya sebuah perusahaan menggaji antara 1 – 1.2 juta rupiah. Tetapi jika perusahaan tersebut memakai jasa outsourcing, maka bisa jadi perusahaan tersebut harus merogoh kocek sebesar 2 – 2.5 juta rupiah.

Lho kok jadi kayak double gitu pengeluarannya ? Apa ga rugi tuh perusahaan ?

Well…. secara nominal uang yang dikeluarkan sih emang rugi. Tapi perusahaan tersebut mendapat benefit lain seperti yang sudah diceritakan di atas. Ga repot proses rekrutment, ga mesti pelihara banyak orang HRD, ga mesti ngasih THR, jaminan replacement 1 on 1 dari penyedia jasa outsourcing, dll dll dll.

Nah, si perusahaan penyedia jasa outsourcing kenapa mesti nge-charge sedemikian besar untuk tiap orang yang “diperdagangkan” ?

Yah simple dong. Pertama dia (maksudnya perusahaan jasa outsroucing) harus membayar gaji karyawan yang bersangkutan. Dia juga mesti bayar THR. Dia mesti nyediain replacement…… in short…. dia harus nanggung resiko yang dilepaskan oleh perusahaan pengguna jasa outsourcing. Selisih yang dia terima dari pengguna dan yang dia berikan kepada pekerja adalah nilai jasa terhadap resiko tersebut. Belom lagi dia harus membayar gaji karyawannya sendiri (biasanya untuk bagian administrasi dan marketing).

Siapa aja yang diuntungkan ? Siapa yang dirugikan ?

Kalo menurut saya nih yah… jawaban untuk keduanya adalah sama.

Siapa yang diuntungkan ? –> Semua pihak.

Siapa yang dirugikan ? –> Semua pihak juga.

Lho kok gitu ? Begini begini begini…..

Udah jelas khan bahwa perusahaan pembeli jasa outsourcing mendapatkan keuntungan dengan menukarkan resiko mereka dengan sejumlah uang ?

Udah jelas khan bahwa perusahaan penyedia jasa outsourcing mendapatkan keuntungan dari menjual tenaga kerja dengan harga yang tinggi (sebagai trade-off untuk resiko yang mereka ambil)?

Nah, dari sisi si tenaga kerja juga dapet untung dong. Karena kalo ga ada sistem outsourcing ini, maka si perusahaan khan udah kadung males melihara pegawai… wicis artinya peluang seseorang masuk bekerja di perusahaan semakin kecil –> pengangguran. Nah, dengan adanya bisnis outsourcing, maka ini adalah pintu untuk membuka kesempatan bekerja bagi banyak orang.

Dengan tenaga kerja yang terserap dalam pasar tenaga kerja, maka dapur dapur pada ngepul, dan pemerintah jadi happy juga (karena roda perekonomian akan jalan, dan GDP otomatis meningkat juga).

Emang ga bisa dipungkiri bahwa sistem seperti ini banyak ga enaknya. Salah satu yang paling ga enak adalah mengenai kepastian lapangan pekerjaan.

Tapi kalo menurut saya lagi…. dibandingkan dengan ga ada kesempatan bekerja, sistem ini sedikit lebih baik. Choosing between two evil, this one is the less evil.

Masa Depan Outsourcing

Masa depan outsourcing kayaknya bakal makin meriah. Akan banyak peluang bagi perusahaan penyedia jasa outsourcing, karena banyaknya perusahaan2 besar yang makin ogah melihara pegawai.

Ini adalah peluang. Tetapi ini juga tantangan buat pemerintah. Kalo semuanya dibikin outsourcing maka akan banyak yang ga memiliki kepastian dalam dunia kerja. Ketidakpastian adalah ancaman. Apalagi kalo nantinya kita akan memasuki era perdagangan bebas.

Bisa bisa kita semua terbantai oleh tenaga kerja asing.

Read Full Post »

Pernah ga nelpon teman tetapi ga ke HP-nya, tetapi ke kantornya ?

Saya pernah. Kira kira begini percakapannya :

Operator : “Selamat Pagi, PT xxxxxxx, ada yang bisa saya bantu ?”

Saya : “Bisa bicara dengan pak Budi ?”

Operator : “Harap ditunggu sebentar”

Lalu terdengar tat – tit – tut – tat – tit – tut (operator menekan nomor extention rekan saya)

Setelah itu akhirnya kami berbicara…. membicarakan apa saja yang tadi emang pengen dibicarakan.

Yang pengen saya bahas kali ini adalah mengenai nama perusahaan. Yang di atas saya tulis dengan PT xxxxx itu sebenarnya si penerima telpon menyebutkan nama perusahaannya. Biasanya kalo di Indonesia nama perusahaan itu selalu dibikin yang bagus dan berasosiasi keren, hebat, bagus. Well, ini biasanya untuk perusahaan perusahaan yang umurnya masih muda (kurang dari 20 tahun). Nama nama perusahaan seperti IM2 (Indosat Mega Media) terkesan canggih. Nama perusahaan seperti SMART (Sinar Mas Telecommunication) juga terkesan bagus. Demikian juga B-Tel (Bakrie Telecommunication).

Jarang sekali ada perusahaan Indonesia yang memberi nama yang unik dan lucu. Di luar negeri ada perusahaan IT yang namanya Pink Elephant (gajah merah muda). Hehehehe….. nyeleneh. Kalo ga kenal dengan nama tersebut, maka mungkin nama Apple Inc cukup mudah untuk diketahui. Apple Inc sama sekali jauh dari jualan buah apel. Malahan Apple Inc dikenal sebagai perusahaan yang paling inovatif dalam dunia IT dan sangat dihormati dengan jajaran produk hardware dan softwarenya (Macintosh, iPod, iPhone, dll dll dll ).

Memang benar sih, nama itu menunjukkan identitas. Nama adalah brand, yang menunjukkan janji kepada pelanggan. Tetapi satu hal yang perlu diingat buat para brand maker, brand haruslah unique dan memorable.

Beberapa nama perusahaan Indonesia yang lumayan aneh (tapi ini juga karena umurnya juga udah tua) antara lain :

  • Nyonya Meneer
  • Gudang Garam
  • Kawan Lama
  • Orang Tua
  • Bentoel

Nah, gimana kalo saya – sebagai seorang yang lama hidup dari dunia IT, dan saat ini sangat tertarik dengan dunia bisnis – membuat perusahaan Online Trading dengan berbasis Internet yang pertama dan terbesar di Indonesia ? (Eh, udah pernah ada belom yah ?)

Nantinya usaha ini akan banyak meniru www.amazon.com yang menyediakan katalog tentang produk produk khas Indonesia. Kerajinan2 khas Indonesia yang banyak dicuri oleh negara tetangga akan saya pajang disini. Yah, emang sedikit ada rasa nasionalisme yang terpajang disini.

Karena ini adalah online trading, maka website ini ga akan cuma berisi etalase product, tetapi ada fasilitas untuk belanja. Tentu saja saya akan bekerjasama dengan berbagai pihak yang menyediakan produk produk untuk dijual tersebut (supplier). Misalkan, saya akan menampilkan kain ulos. Begitu ada yang memesan, maka saya akan langsung kontak si supplier untuk mengirim kain ulos tersebut kepada pembeli. Begitu juga dengan batik, keris, kujang, dll dll dll dll.

Jadi, selain melestarikan kerajinan warisan bangsa Indonesia, cita cita lainnya adalah membuka jalan untuk export ke luar negeri sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk daerah.

Untuk masalah pembayaran, saya akan bekerjasama dengan pihak bank yang menyediakan layanan e-commerce buat usaha saya tersebut. Jadi pembeli diseluruh dunia bisa membeli dengan menggunakan kartu kredit mereka (Visa, MarterCard, JCB, Amex, dll).

Hmmm….. apalagi yah ? Product sudah. Payment sudah. Place sudah.

Price yah yang belom ? Yah karena saya cuma jadi makelar, maka soal harga akan kembali kepada supplier. Saya sih berharap harga mereka bisa kompetitif. Nantinya saya cuma akan menarik sekian persen sebagai uang marketing (mungkin sekitar 5-10%), plus ongkos kirim ke negara tujuan.

Untuk menghindari komplain dari pembeli, maka supplier akan saya wajibkan memberi garansi 1 on 1 replacement.

Nah… setelah itu semua  tersedia, maka saya harus memikirkan brand yang cukup ear catching, easily memorable, dan kalo perlu nyeleneh.

Let’s see…..

Kita ada di Indonesia…..

Ini menggunakan Internet sebagai media placement….

Bisnisnya adalah tentang Online Trading.

Gimana kalo kita gabungkan semua : Indonesia Internet Online Trading.

Singkatannya apa yah ?

Mmmmm……….

Mmmmm……….

Mmmmm……….

nickname Indonesia itu kalo di internasional dikenal sebagai ID.

Gimana kalo singkatannya adalah IDIOT ? Hehehehehehehehe

InDonesia Internet Online Trading….. disingkat IDIOT.

Besok besok, kalau ada orang yang nelpon ke kantor saya, maka resepsionis kantor akan menjawab “Selamat Pagi, IDIOT”.

Hehehehehehehe

What do you think ? Keren ga? Bakal berhasil ga?

Read Full Post »

Beberapa dari kita mungkin bekerja / berusaha dalam bidang jasa. Nah, jasa (service) itu luas banget. Dari salon, bengkel, bank, bioskop, cafe, dll dll dll dll.

Nah, buat yang masih bingung, bisnis jasanya termasuk yang seperti apa, mungkin saya bisa bantu sedikit dengan memberikan mapping.

Nah, table berikut mungkin bisa membantu kita dalam mapping.

Who or what is the direct recipient of the service
Direct at People Direct at Possession
What is the nature of the service Tangible People Processing Possession Processing
Intangible Mental Stimulus Processing Information Processing

Cara bacanya begini….

  • People Processing adalah jika yang dilayani adalah langsung kepada si customer, dan bisa terlihat. Contoh : Salon. Rambut si customer kelihatan khan?
  • Possession Processing adalah jika yang dilayani benda (yang bisa diraba / dilihat) milik customer. Contoh : Bengkel mobil. Si customernya ga ikutan diperbaiki khan ? Hehehehe
  • Mental Stimulus Processing adalah jika yang dilayani adalah langsung si customer, tetapi tidak bisa dilihat secara langsung. Contoh : bioskop. Yang dilayani adalah mental si Customer (dengan film2 komedi, action, drama, horror, dll dll dll).
  • Information Processing adalah jika yang dilayani adalah benda milik customer yang tidak terlihat. Contoh : Bank. Kalo kamu ke bank, yang diolah oleh mereka adalah informasi hak kepemilikan kamu. Uang kamu berapa…. transfer ke mana…. dll dll dll.

Cara penanganan untuk tiap tipe processing jelas beda beda. Tetapi intinya tetap sama kok, yaitu kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah diatas segalanya.

Untuk usaha salon (people processing), pastikan pelanggan merasa cozy dengan ruangan salon, karena dari situ mereka akan memiliki persepsi mengenai layanan pada saat pertama kali mereka masuk (walaupun belom diapa apain). Pastikan potongan rambutnya benar benar sesuai dengan karakter mereka. Pastikan juga bahwa pegawai yang berada didepan (yang langsung berinteraksi dengan pelanggan) adalah yang ramah.

Untuk usaha bengkel (possession processing), yang menjadi titik tumpu kepuasan pelanggan adalah kualitas pekerjaan para montir, dimana mereka harus bisa memperbaiki kerusakan tepat sasaran dan cepat. Kebutuhan akan keahlian montir jauh lebih tinggi daripada tingkat keramahan (walaupun keramahan tetaplah harus diperhatikan).

Untuk usaha bioskop (mental stimulus processing), yang menjadi titik tumpu kepuasan pelanggan adalah kepuasan mereka ketika mereka mengalami proses jasa. Beberapa customer berani membayar lebih mahal untuk kualitas yang lebih bagus (ruang studio yang lebih nyaman, sound system yang lebih stereo, dll). Oleh sebab itu, proses ketika “jasa di-deliver” ke pelanggan adalah saat saat paling menentukan. Mereka akan kecewa ketika pertunjukan berlangsung ternyata Air Conditioning tidak bekerja baik, atau bila suara tiba tiba hilang, dll.

Untuk usaha bank (information processing), masalah kepercayaan dan kemudahan adalah yang menjadi titik tumpu. Bank yang sering mengalami kegagalan transaksi akan mengakibatkan customer kecewa dan berpaling ke bank lain. Bank yang ATM-nya susah didapati dan ga bisa internet banking  bukanlah bank yang menarik.

Di era sekarang, usaha jasa adalah yang paling gampang dimulai tetapi juga paling mudah berhenti. Pasar yang digarap tidak banyak berubah (dalam hal kuantitas). Yang akan menentukan keberhasilan adalah (lagi lagi) kepuasan pelanggan.

Read Full Post »

Semenjak internet mulai merajalela, banyak yang menggunakan internet sebagai sarana promosi, baik dengan cara yang mahal maupun cara yang murah.

Cara yang mahal adalah

  1. Beriklan dengan memasang banner / link di portal portal yang sering dikunjungi orang (misal http://www.detik.com, http://www.friendster.com, dll dll dll).
  2. Membuat website sebagai sarana promosi.

Sementara yang menggunakan cara murah meriah adalah dengan

  1. Mengirim email
  2. Membuat blog

Soal cara mahal maupun cara murah, semuanya tergantung kemampuan finansial dari perusahaan yang akan berpromosi. Mau murah atau mahal tetap dibutuhkan sebuah kreatifitas untuk memasarkan produk tersebut.

Nah, belakangan ini saya mulai terganggu dengan ulah beberapa orang yang mencoba menggunakan fasilitas email sebagai sarana berpromosi dengan melanggar etika. Cara yang digunakan adalah  :

Ikutan milis tertentu (misal Marketing Club)

Mengambil alamat email dari member yang aktif

Memasukkan dalam list untuk dikirim

Kirim email kepada orang tersebut dengan berbagai cara. Entah dengan software untuk ngespam, entah dengan membuat milis tersendiri untuk mendistribusikan email tersebut (misal dengan membuat filter atau autoforward), entah dengan menyuruh pegawai kantornya untuk nge-forward email yang seakan akan mereka terima dari orang lain (dan dianggap bagus).

Sejujurnya, cara cara tersebut adalah cara tercepat untuk bunuh diri.

Come on…… orang – orang yang biasa beremail ria bukanlah orang – orang bodoh. Kalau mau dilihat secara lebih dalam, maka SES mereka biasanya masuk di B keatas. Dan kalau untuk orang orang yang SES-nya B keatas, maka spam adalah hal yang menjengkelkan. Dan kalau mereka sudah sebel maka udah pasti nama perusahaan yang nge-spam akan dimasukkan dalam blacklist mereka. Padahal kalo mau jujur, justru kalangan B keatas itulah yang dituju oleh para online marketer tersebut.

Lihatlah bagaimana para spammer justru menutup peluang bisnisnya dengan sebuah kegiatan Marketing.

Ah, seandainya sama para marketer itu belajar tentang U-point….. mereka bisa melakukan hal yang lebih baik.

Read Full Post »

Harry Redknapp dikenal orang sebagai pelatih yang rada rada magician. Dia hampir selalu berhasil membawa pasukannya bertahan di EPL.

Dia pernah menangani beberapa klub, dan dua yang paling sukses antara lain West Ham United dan Portsmouth.

Banyak orang yang menyebutnya sebagai seorang Wizard karena dia selalu mampu menyulap klub gurem menjadi klub yang agak kinclong. Saya setuju dengan julukan tersebut.

Kebijakan transfer Redknapp menurut saya rada rada aneh (tetapi briliant). Dengan kemampuan finansial yang pas pasan, Redknapp berhasil membangun Portsmouth menjadi team yang ga bisa dibilang sebagai gurem. Bahkan medioker pun tidak.  Sampai dengan blog ini dibuat, Portsmouth berhasil duduk di peringkat 5 sampai 7. Untuk EPL, posisi tersebut akan membawa mereka ke pentas Eropa dalam piala UEFA. Mungkin emang rada sulit untuk menembus 4 besar yang kayaknya ga akan jauh jauh dari Arsenal – MU – Chelsea – Liverpool, tapi untuk posisi 5 rasanya mungkin kok.

Nah, sekarang kita bahas pola pikir Om Redknapp (dari pola transfer pemain yang dilakukan).

Mengetahui bahwa Portsmouth bukanlah team impian pemain pemain top, maka Redknapp cukup tahu diri dengan tidak mengejar pemain bintang dalam masa keemasan mereka. Coba bandingkan berapa jumlah uang yang mereka belanjakan dengan team lain. Banyak team yang sudah membelanjakan uang banyak tetapi prestasinya justru makin memble (misalkan Tottenham Hotspurs).

Maka ga heran, Redknapp justru berlaku sebagai “pemulung”. Dia mengkoleksi pemain pemain bintang yang mulai memasuki masa suram (duilee…. masa suram). Maksudnya… pemain bintang yang mulai disingkirkan oleh klub masing masing. Tugas Redknapp hanyalah mengembalikan masa kejayaan para pemain tersebut.

Ga heran kalo akhirnya Redknapp justru menampung Sol Campbell (dari Arsenal), David James (dulunya sempat jadi andalan Liverpool), Lauren Bissant (dari Arsenal), Glenn Johnson (dari Chelsea), Nwanko Kanu (sempat jadi tandem Dennis Bergkamp di Arsenal).

Kenapa Redknapp mau menampung pemain pemain tersebut ? Kayaknya sih simple… karena Redknapp mau memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuktikan diri bahwa mereka belum “habis”.

Pemain pemain bagus tersebut mungkin sudah mulai memasuki usia tua (untuk pemain sepakbola) sehingga secara fisik sudah tidak mumpuni lagi untuk berlaga dengan pemain muda. Tetapi Redknapp tidak hanya membeli kebugaran fisik. Dia membeli “pengalaman” dan skill dari pemain pemain tersebut.

Nah, untuk mendukung pemain pemain tua tersebut, Redknapp mengkombinasikan dengan pemain pemain muda dengan tipikal memiliki semangat juang yang tinggi. Maka klop sudah semuanya. Pengalaman + fisik + skill = good team.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari pola pikir Redknapp ?

“Team yang bagus dan solid tidak harus dibangun dengan materi bintang yang mahal.”

Apabila kita memiliki keterbatasan dana untuk merekrut pegawai yang mahal, hal itu ga menutup semua kemungkinan untuk maju. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan yang berbeda beda. Asalkan kita cukup jeli melihat kemampuan seseorang (yang dianggap sudah tidak mampu bersaing di perusahaan lain), kita bisa mengambil keuntungan. Berikan kesempatan yang tidak didapatkan orang tersebut di perusahaannya yang lama, dan nikmatilah hasilnya.

Rekrut juga orang orang yang memiliki semangat juang yang luar biasa. Jangan merekrut para trouble maker (walaupun secara sekilas mereka terlihat sangat jempolan, tetapi dalam jangka panjang justru akan meracuni kinerja team).

Siapa bilang low budget berarti minim prestasi ?

Read Full Post »

Rafael BenitezLain ladang lain ilalang. Begitu khan kata orang ?

Nah, setelah membicarakan Arsene Wenger dan Roman Abramovich, sekarang kita bahas Rafael Benitez, manager Liverpool.

Berbeda dengan Arsene Wenger yang hobi ngumpulin talenta yang belum bersinar (dan kemudian memoles sampai mengkilap), maka Rafa memiliki hobi yang agak mirip dengan Roman Abramovich, yaitu belanja pemain pemain bintang. Tetapi yang membedakan dengan Roman Abramovich yang berani membeli pemain termahal, Rafa terkadang hanya membeli pemain dengan katagori “mahal” saja.

Berbeda juga dengan Arsene Wenger yang mencoba mempertahankan komposisi team yang tokcer, maka Rafa terkenal dengan sistem rotasi pemain. Hampir di tiap posisi Rafa memiliki cadangan yang kualitasnya sebanding, dan Rafa menolak untuk memberikan garansi di team utama bagi semua pemainnya. Selalu ada masa dimana pemain bintang itu akan terkena jatah menghuni bangku cadangan (atau mungkin tidak tercantum sama sekali dalam daftar pemain cadangan).

Dengan merotasi para pemainnya, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh Benitez, antara lain :

  1. Tidak tergantung pada satu pemain. Ketergantungan akan satu pemain akan berakibat buruk apabila pemain tersebut akhirnya pergi. Hal ini pernah dialami Arsenal, ketika Patric Viera akhirnya meninggalkan Arsenal untuk bergabung dengan Juventus. Lini tengah Arsenal mendadak pincang. Dalam tubuh Liverpool hal itu tidak terjadi. Kepergian seseorang selalu dapat ditambal oleh pemain lain yang memiliki kapabilitas yang mirip. Dalam organisasi perusahaan anda, adalah bijaksana apabila anda tidak menggantungkan tanggungjawab terhadap salah satu (atau beberapa) anak buah saja. Menjalankan perusahaan sama seperti menjalankan team sepakbola. Dibutuhkan kerjasama team dimana tiap pemain memiliki kewajiban untuk memenangi pertandingan secara team. Jangan letakkan tanggungjawab hanya kepada orang Sales di perusahaan anda, karena Sales cuma ujung tombak (striker) saja. Beban juga harus dibagi kepada team marketing (gelandang serang) dan kepada team produksi (defender) dan bagian administrasi dan accounting (goal keeper). Dalam divisi Sales, jangan cuma bergantung kepada si A yang selalu berhasil. Berikan kesempatan kepada si B untuk unjuk kemampuan. Dst dst dst dst.
  2. Lawan susah menebak strategi Liverpool (sehingga sukar juga menentukan bagaimana strategi yang cocok untuk menghadapi Liverpool). Dengan komposisi team yang berbeda beda, team lawan akan kesulitan menyusun strategi. Hal ini penting dimiliki oleh perusahaan. Strategi marketing harus susah ditebak oleh kompetitor. Team marketing tidak boleh stagnan dengan strategi yang itu itu aja (status quo). Team sales wajib memiliki pendekatan yang berbeda beda untuk bisa penetrasi lebih dalam. Team produksi harus memiliki model terbaru yang bisa dijual dan harus bisa bekerja secara lebih efesien.
  3. Kebugaran pemain terjaga. Dalam jadwal pertandingan yang padat (EPL + Piala Liga + FA Cup + Liga Champion), kebugaran pemain menjadi hal yang krusial. Kebugaran akan membantu team untuk bisa tampil konstan. Dan dengan mendapatkan jatah “istirahat bertanding” meminimalisir kemungkinan cedera akibat padatnya jadwal bertanding. Bila anda memiliki anak buah, ada baiknya anda memberikan beberapa “day off” bagi anak buah anda agar bisa mengurangi stress yang mereka harus hadapi. Dalam keadaan yang lebih fresh, produktifitas bisa tetap dijaga. Anda akan tau rasanya butuh sekali istirahat apabila anda pernah berada di pekerjaan yang tingkat stress-nya tinggi dan panjang.
  4. Kesempatan main bagi semua pemain sama. Pemain yang lama tidak bermain akan merasakan efek psikologis yang tidak baik. Rasa percaya dirinya akan berkurang, dan skill dan naluri di lapangan juga kurang terasah. Dengan memberikan kesempatan bertanding, hal ini dapat dihindari. Demikian juga bila anda memiliki anak buah yang sebenarnya memiliki skill dan potensi yang baik, maka satu satunya cara agar orang itu mau tetap bersama dengan anda adalah dengan memberikan kesempatan baginya untuk membuktikan dirinya. Jika tidak, maka jangan salahkan mereka jika kemudian mereka akan “mencari tantangan baru”.

Tetapi anda harus berhati hati apabila ingin meniru tindakan Rafa Benitez dalam merotasi pemain. Kenapa ? Karena ada beberapa bahaya yang mengancam apabila tidak di-manage dengan baik.

Apa saja ?

  1. Perubahan team menurunkan tingkat kekompakan dalam kerjasama. Kekompakan team biasanya terbangun apabila masing masing anggota sudah terbiasa saling bekerjasama. Dengan demikian, si A sudah tau apa yang akan B lakukan dan apa yang bagaimana harusnya si A mengantisipasi pergerakan si B (vice versa). Seringnya merubah komposisi team kerja juga akan berakibat yang sama. Kerjasama antar anggota team akan terganggu.
  2. Pemain tidak merasa aman akan posisinya. Apabila seorang pemain bintang tidak merasa mendapat cukup kesempatan tampil, maka dia akan merasa terancam dan ini bisa menimbulkan reaksi yang negatif. Anda pun harus waspada dengan hal ini. Apabila pegawai anda mulai merasa kurang puas dengan kesempatan yang diberikan kepadanya, atau merasa anda kurang percaya kepada kemampuan mereka, maka jangan heran apabila mereka akan memikirkan opsi opsi lain. So, hati hati aja…… Personal approach may do the trick.
  3. Pemain tidak bisa maksimal menunjukkan kemampuannya karena tidak bisa tampil secara reguler. Untuk bisa sampai di puncak penampilan yang stabil, seorang pemain harus bermain cukup sering. Apabila seorang pemain sedang on fire, lalu tiba tiba mendapat jatah menghuni bangku cadangan, maka fire-nya bisa lama lama padam. Demikian juga anak buah anda. Jika anda tidak memberikan banyak kesempatan untuk unjuk gigi, maka kemampuannya akan kurang terasah.

Jadi…. hati hati dengan kebijakan ala Rafa.

Read Full Post »

Older Posts »