Pernah denger istilah micromanagement ? Belum pernah ? Hehehehe, jangan khawatir…. ini memang istilah yang jarang diucapkan. Walaupun jarang diucapkan tetapi kemungkinan besar micromanagement ada di sekitar kita. Mungkin saja anda sedang mengalaminya.
OK, OK…. sebelum anda makin penasaran saya akan langsung jelaskan.
Entah posisi anda sebagai pemimpin maupun anak buah, anda pasti dihadapkan dengan berbagai gaya kepemimpinan. Orang yang memimpin orang lain biasanya disebut sebagai atasan (supervisor). Para pemimpin menerapkan metode metode tertentu dalam mengendalikan hal hal yang menjadi tanggungjawab mereka. Istilah yang populer adalah ”management”, dan orang yang menerapkan management disebut sebagai ”manager”.
Trus apa dong yang dimaksud dengan Micromanagement ?
Sabar… sabar…. 🙂
Anggaplah anda seorang manager atau boss, dan anda memerintahkan anak buah anda untuk melakukan suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu (alias ada deadline-nya). Nah, saya mau tau…..apa yang akan anda lakukan selama anda menunggu anak buah anda mengerjakan apa yang anda perintahkan ? Apakah anda akan memberikan perincian detail apa yang harus dia lakukan dan selalu checking tiap satu jam mengenai progress dari pekerjaan mereka ? Atau anda akan duduk dan menunggu anak buah anda memberikan laporan mengenai hasil pekerjaan mereka (tentunya Anda sambil mengerjakan hal hal lain, ga cuma ongkang ongkang kaki)?
Apabila anda mengerjakan yang pertama, maka besar kemungkinan anda adalah seorang micromanager. Micromanager adalah seorang manager yang tidak bisa melewatkan detail detail kecil.
Eits eits eits…. jangan sewot dulu.
Memang benar, salah satu tugas manager adalah menjalankan fungsi Controlling. Tapi controlling yang terlalu detail justru tidak akan efektif.
Seorang micromanager biasanya membawa atribut atribut positif dalam management (seperti attention to detail dan hands-on attitude) ke kutub yang ekstrim. Bisa jadi karena sang micromanager sangat control-obsessed, atau karena merasa harus mendorong orang orang di sekitarnya agar sukses. Hal ini bisa mengakibatkan orang orang disekitarnya justru merasa tidak berdaya.
Lha kok bisa ?
Ya bisa dong. Anak buah jadi merasa tidak pernah dipercaya oleh atasan. ”Ga peduli seberapa bagus gue kerja, tetep aja ada yang kurang di mata si boss”. Anak buah akan merasa tertekan dan marah (dan biasanya dia marah di belakang anda). Jika keadaan tersebut tidak diperbaiki ending-nya ga akan mengejutkan kalo akhirnya mereka resign.
Dan rasanya kita semua sudah tahu bahwa jika sebuah perusahaan mengalami tingkat turn-over karyawan yang sangat tinggi maka biaya overhead akan besar juga dan akan menjadi lingkaran setan yang membuat perusahaan tersebut sukar berkembang. Satu satunya cara untuk memperbaiki ini adalah dengan merubah dan meninggalkan micromanagement tersebut.
Kita lihat dulu yuk simptom untuk micromanagement tersebut
Seorang pemimpin yang (mungkin secara sadar maupun tidak sadar) melakukan Micromanagement biasanya ditandai dengan beberapa hal, antara lain ;
- Agak sukar melakukan delegasi
- Selalu ingin mengawasi pekerjaan / project orang lain
- Selalu memperbaiki detail kecil daripada melihat big picture.
- Mengambil kembali pendelegasian sebelum tugas itu selesai jika menemukan sebuah kesalahan
- Membuat orang lain enggan mengambil keputusan tanpa campur tangannya.
Hei Boss, daripada anda ngurusin detail pekerjaan orang lain, kenapa juga anda ga biarkan orang lain mengerjakan tugasnya dan anda cari kegiatan lain yang lebih produktif ?
Coba kita test yuk. Berikan anak buah anda tugas, dan tinggalkan dia sampai dengan deadline. Jangan ganggu dia dengan kebiasaan anda mengawasi dia. Kalau dia ternyata bisa perform dengan baik (atau bahkan lebih baik daripada yang anda harapkan), maka itu adalah tanda bahwa anda selama ini terlalu mengekang mereka dan ternyata anda salah,
Pada dasarnya para pegawai memiliki kemampuan untuk bekerja dan memiliki rasa percaya diri untuk bertanggungjawab atas pekerjaannya. Tetapi micromanagement akan membunuh itu semua. Pegawai akan merasa canggung dan kurang percaya diri dengan kemampuannya. Apabila hal ini terjadi maka salah satu dari dua kemungkinan ini akan dilakukan oleh si pegawai, yaitu selalu meminta petunjuk kepada atasan atau dia akan nekad memaksakan melakukan semampunya dan membawa hasil yang juga tidak maksimal.
Dan dalam dua kasus tersebut di atas, maka si micromanager akan merasa mendapat bukti bahwa tanpa intervensi mereka secara keseluruhan maka semuanya tidak akan berjalan sesuai dengan yang dikehendakinya, ”Tuh khan, gue bilang juga apa…. anak buah gue mah ga ada yang becus kerjaannya. Ga tau deh gimana jadinya nih kantor kalo ga ada gue”. Huhuhuhuhuuuuy. Makin gawat deh boss kalo gini ceritanya.
Kalo udah begitu, kira kira micromanagement itu bakal bagus atau jelek ?
Seorang manager yang efektif akan mempersiapkan banyak hal agar anak buahnya untuk maju dan sukses. Tetapi di sisi lain, seorang micromanager justru akan menghambat anak buahnya dengan tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuat keputusan dan bertanggungjawab atas keputusannya. Padahal justru dengan terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan konsekwensinya tersebutlah maka seseorang akan berkembang.
Manager yang baik akan empowering anak buahnya untuk berkembang. Manager yang buruk justru akan dispowering anak buahnya dengan memberikan banyak rintangan untuk maju. Dan anak buah yang tidak diberikan banyak peluang untuk maju justru akan menjadi anak buah yang tidak efektif dan selalu membutuhkan waktu dan energi dari atasannya.
Kalau bawahannya cuma satu sih ga apa apa. Nah kalo anak buahnya banyak gimana dong ? Berarti waktu dan energi si atasan harus dikalikan dengan jumlah anak buahnya untuk menghitung berapa besar kerugian perusahaan atas sistem micromanagement tersebut. Kalau sampai itu terjadi, sudah dapat dipastikan si atasan ga akan punya waktu untuk berkoordinasi dengan manager lainnya dan melihat permasalahan secara lebih global (big picture). Dia akan selalu sibuk ngurusin team-nya.
Trus, gimana cara memperbaikinya ?
Langkah awal yang harus dilakukan adalah agar si pelaku micromanagement mengetahui dampak buruk dari apa yang dilakukannya dan membuat dia melihat dari sisi lain.
Ini sama aja kayak memberitahu seseorang untuk berhenti merokok. Kalau si perokok ga merasa butuh untuk berhenti merokok maka himbauan jangan merokok cuma akan masuk kuping kiri keluar kuping kanan, Kalau si pelaku sudah sadar dan merasa butuh untuk berubah maka itu adalah awal yang bagus. Tetapi awal yang bagus itu barulah 10% dari perjalanan jauh. Jadi, jangan senang dulu di tahap ini.
Langkah selanjutnya adalah mempertemukan semua pihak untuk duduk sama sama dan membicarakan permasalahan tersebut. Pertemuannya mungkin ga akan cukup dalam satu atau dua pertemuan, tetapi bisa berkali kali sampai semua ”penyakit bisa disembuhkan”. Sama toh dengan minum obat ? Untuk penyakit yang sudah parah ga mungkin cuma minum obat satu kali dan langsung sembuh. Harus (misal) 4 x 2 tablet per hari selama 2 minggu dan setelah makan.
Dalam pertemuan ini, si manager harus mau meminta maaf atas sikapnya selama ini dan ia harus dapat meyakinkan anak buahnya bahwa ia menginginkan perubahan. Tentu saja hal ini akan sulit karena anak buah ga akan langsung percaya dan sudah pasti mereka ga akan secara langsung memberikan feedback. Sudah dapat ditebak bahwa anak buahnya akan mengambil sikap ”Kita liat aja dulu…..paling paling cuma diomongan doang”.
Hehehehehe
Jangan nyerah Boss…… masak digituin sama anak buah aja langsung males ? Tunjukin bahwa anda ga cuma bisa ngomong tapi juga bisa membuktikan janji anda.
Nah yang paling penting selanjutnya adalah melakukan komitmen yang sudah dibuat. Manager harus mau berusaha untuk mulai memberikan power yang lebih besar kepada anak buahnya. Dia harus menahan egonya untuk jadi perfectionist.
Dan karena yang namanya perubahan itu ga cuma membutuhkan dari satu orang tetapi seluruh team, maka peran aktif dari anak buah pun diperlukan agar perubahan itu bisa diwujudkan secepatnya.
Jika anda berada dalam posisi sebagai anak buah, maka bantulah atasan anda dengan ;
- Bantu boss anda agar mau mendelegasikan tugas ke anda secara efektif dengan meminta semua informasi yang anda butuhkan di awal, dan lakukan review bersamanya (dengan inisiatif si anak buah) selama pengerjaan tugas.
- Mengajukan diri untuk melakukan tugas tugas yang anda yakin anda mampu melaksanakannya. Ini akan meningkatkan kepercayaannya kepada anda dan pendelegasian tugas kepada anda.
- Pastikan bahwa anda akan mengkomunikasikan progress kepadanya secara teratur, untuk mencegahnya selalu mencari informasi hanya ketika dia sedang tidak punya untuk sementara informasi yang dibutuhkannya.
- Konsentrasi untuk membantu atasan anda untuk merubah kebiasaan micromanagement perlahan lahan. Ingat, boss anda khan juga cuma manusia yang pasti berbuat salah.
Peran aktif dari kedua belah pihak (atasan dan bawahan) sangat dibutuhkan. Perubahan ini ga akan sukses kalau salah satu pihak enggan membantu pihak lain.
Ingatlah, minum obat itu emang ga enak. Pahit. Tapi setelah sembuh, anda akan bisa merasa lebih enak daripada ketika anda sakit. Anda akan bisa lebih produktif setelah masa penyembuhan selesai.
Stop complaining. Start to change.
Tulisan diinspirasikan dari http://www.mindtools.com